Salah satu makhluk yang ditakdirkan untuk
selalu bisa membangun
jaringan dan berkoloni adalah manusia. Maka, kita lihat, sangat sulit bagi
mereka untuk bisa hidup sendiri tanpa seorang teman. Watak manusia yang perlu
adannya perubahan dan cepat jenuh dengan keadaan yang itu-itu saja, sepertinya
menjadi faktor utama akan kebutuhan untuk membangun pertemanan. Ditambah lagi
rasa saling bahu-membahu, batu-membantu, menyebabkan hubungan bertambah
menyenangkan: bila kita kerepotan, kemudian datanglah bantuan atau jasa yang
sangat kita dibutuhkan.
Namun, kenyataannya,
hubungan pertemanan tak selalu mendatangkan kebaikan. Kecendrungan manusia
untuk cepat terpengaruh dapat menjadi fatal bila seseorang berteman dengan
orang lain yang tidak dapat menanamkan benih-benih prinsip kehidupan yang bagus
dan lurus. Justru, sangat mungkin seorang teman akan menjadi bumerang bagi diri
sendiri: Datang bukan untuk menciptakan ketenangan, malah untuk membahayakan.
Bisa jadi, dari
sinilah kemudian agama ikut-andil untuk memperbaiki hubungan yang berantakan,
sehingga ia mempunyai teman yang dapat menumbuhkan rasa takwa dan memotivasi
temannya untuk selalu mengindahkan aturan-aturan dalam agama.
Dalam Islam,
hubungan pertemanan telah diatur sedemikian rapi, hingga bisa kita lihat, di
sana ada tatakrama kepada teman, kepada siapa kita mesti menjalin hubungan, dan
apa saja hak-hak yang harus kita penuhi dari seorang teman.
Namun, karena space
yang tak memungkinkan, kami tidak akan mengulas secara tuntas aturan-aturan di
atas. Kami lebih tertarik untuk membahas tentang seseorang yang layak untuk
dilirik dan pantas kita pilih menjadi teman. Sebab, kami melihat masalah inilah
yang sangat prinsip, mengingat kesalahan seseorang dalam memilih teman dapat
menyebabkan urusan agama menjadi terlalaikan.
Setidaknya, ada lima
poin yang mesti kita cari dari kepribadian seseorang, hingga kita benar-benar
yakin bahwa dia memang pantas untuk kita jadikan sebagai lahan hubungan.
Pertama,
Pandai.
Sangat penting bagi
kita untuk mencari teman seorang yang pintar. Sebab, dengannya kita dapat
saling sharing dan bertukar pendapat. Selain juga bisa memberikan masukan
ketika kita dilanda kesulitan. Berbeda dengan orang bodoh, berteman dengan
mereka hanya menghabiskan waktu saja. Tak ada manfaat yang dapat kita petik
dari mereka. Paling tidak, mereka yang bodoh hanya akan ada disamping kepulan
asap kopi, saat rokok yang disulut tak kunjung mati.
Kedua, Shaleh.
Berteman dengan
mereka dapat menumbuhkan semangat kita beribadah. Ketika kita melihat mereka
sedang malakukan ibadah, secara naluri manusia, lambat laun kita juga akan
terobsesi untuk meniru kebiasaan itu. Sebaliknya, ketika kita berteman dengan
orang fasik yang rutin melakukan maksiat, kita akan cenderung malas dan merasa
ogah untuk hanya memikirkan nasib kita nanti di hari pembangkitan. Semua itu
tidak mengherankan, karena melihat perbuatan maksiat saja, sudah dapat
menyebabkan hati kita kotor dan sulit untuk melakukan aktifitas penghambaan.
Ketiga,
Berakhlak Mulia.
Jika kita berteman
dengan orang yang tidak bermoral maka biasanya pamor kita juga ikut jelek di
mata orang lain. Itu sudah keniscayaan. Sebab, kebiasaan manusia dalam menilai
seseorang, tidak melihat siapa dia sebenarnya, namun terlebih dahulu melihat
dengan siapa dia berteman. Ini seperti yang banyak kita ketahui dari
kitab-kitab moral yang pernah kita pelajari.
Keempat:,
Tak menghiraukan dunia.
Dengan berteman
dengan mereka maka kita juga akan mudah ‘mencerai’ dunia. Dengan demikian,
ketika melakukan ibadah, konsentrasi kita akan bisa sangat fokus dan tidak akan
terganggu. Apalagi dunia itu adalah akar dari segala macam kekeliruan. Contoh
yang paling pas untuk orang yang sangat tidak suka dunia barangkali adalah
Sayidina Ali. Bisa dicari sendiri.
Kelima, Jujur.
Berteman dengan
mereka benar-benar menyenangkan. Selain dapat kita percaya, juga dapat
memudahkan kita yang suka berbohong, untuk melakukan introspeksi diri guna
kemudian melakukan pembenahan. Sebab, mereka tak akan membenarkan kesalahan
kita dan menyalahkan kebenaran kita.
Intinya, dalam mencari teman, kita harus memilih
mereka yang dapat menjadi “makanan” bagi diri kita. Yaitu, teman kita harus
dapat mensuplai kita untuk senantiasa beribadah dan bertakwa kepada Allah.
*Pernah
dipublikasikan oleh Fatihin di Mading Tafaqquh, Sidogiri
1 komentar:
komentartank caranya....
Reply