فَقَالَ رَجُلٌ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ
تُفْتَحُ قَبْلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ: " مَدِينَةُ هِرَقْلَ " يُرِيدُ
مَدِينَةَ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ
“Seorang lelaki bertanya, “Kota manakah (Konstantinopel
dan Roma) yang akan ditaklukkan lebih dulu, Rasulullah r?” “Kotanya Heraclius” jawab Nabi Muhammad r (maksudnya Konstantinopel).
***
Bulan Syawal tahun 5 H,
umat Islam di Madinah geger. Gabungan tentara Quraisy dengan orang Yahudi dan
pedalaman hendak menghancurkan negara yang baru dibangun itu. Melihat dari
semua aspek yang ada, sangat mungkin Madinah akan hancur dengan seluruh isinya.
Saat itulah putra Persia yang telah masuk Islam mengusulkan penggalian
parit seperti yang biasa dilakukan orang-orang Persia ketika terdesak
pengepungan. Saran itu dilakukan.
Di tengah-tengah penggalian parit yang menguras keringat dan tenaga, operasi
super cepat itu terhenti. Sebuah batu yang cukup besar menghadang rencana. Nabi
Muhammad r kemudian turun tangan mengatasi semua kesulitan itu.
Nabi Muhammad r kemudian mengabarkan akan terjadinya sebuah peristiwa
besar:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ
الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Konstantinopel akan ditaklukkan (jatuh ke tangan Islam). Sebaik-baiknya
pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukkan) itu. Dan sebaik-baik pasukan adalah
pasukan yang menaklukkannya.” (HR. Ahmad)
***
Peta Penaklukan Konstantinopel |
Selain dahsyatnya serangan yang terorganisir sangat rapi dan canggihnya
fasilitas alat perang yang memadai, kita mungkin setuju bahwa di antara faktor
lain yang menyebabkan benteng Konstantinopel runtuh adalah nasib mujur yang jauh-jauh
hari telah disabdakan Nabi r.
Namun, benarkah sabda Nabi di atas adalah penentu paling jitu atas kemenangan bersejarah umat Islam
pada abad pertengahan itu? Atau, mungkinkah sabda Nabi r sebelum mangkat itu bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang apakah
orang itu baik secara agama, atau malah sebaliknya? Jawabannya bisa jadi iya,
dan sangat mungkin tidak!
Tanpa menafikan semua faktor penunjang yang sangat berperan di atas, ada
satu faktor penentu lain yang seringkali tersembunyi dari lembaran sejarah kekhalifahan
kita: dekatnya Sultan al-Fatih dengan seorang ulama yang dekat dengan Allah I secara spiritual, Syekh
Aaq Syamsuddin al-Wali yang masih keturunan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Film Fetih 1435 |
Sebelum
melanjutkan pembahasan ini, sejenak, mari kita bermain-main terlebih dahulu pada
sebuah film yang menceritakan kisah heroik penaklukan benteng Konstantinopel
ini, Fetih 1435. Dalam film yang dibintangi Devrim Evin (Sultan
al-Fatih) dan memakan biaya Rp 158 miliar itu diceritakan, setelah beberapa
hari pengepungan dan serangan dilancarkan, benteng setingga 18 meter yang
berlapis tiga dengan lebar masing-masing lebih 5 meter itu tetap angkuh dan
enggan disentuh. Perjuangan yang berdarah-darah seakan tak ada apa-apanya.
Selama
perjuangan itu berlangsung, puluhan ribu jiwa umat Islam telah hilang sia-sia.
Penaklukan yang bisa dibilang gagal total itu telah membuat jiwa Sultan yang
semula begitu berambisi, kini justru dibungkam oleh kenyataan yang sangat
menyedihkan. Sultan al-Fatih enggan keluar tenda dan menemui siapa pun.
Kekuatannya telah goyah. Dinding pertahanan jiwanya telah runtuh. Pasukan Islam
berada dalam kebimbangan, dan perpecahan sebentar lagi akan melumat segala
mimpi untuk menjadi penakluk terbaik yang dijanjikan Nabi r. Semua kegelisahan itu terlukis nyata di setiap bola
mata pasukan Islam, termasuk Sultan al-Fatih sendiri.
Sulthan al-Fatih bersama Syekh Aaq Syamsuddin |
Di saat-saat
kritis itulah Syekh Aaq Syamsuddin, guru yang sangat dihormati datang dan
menguatkan kembali tekad yang sempat pupus. Beliau mengungkapkan bahwa janji
itu sebentar lagi akan terjadi.
Faktanya,
setelah itu, benteng yang oleh Kaisar Agung Constantine XI diprediksi tidak
akan jatuh dalam waktu dekat, ternyata runtuh dengan cepat. Berakhirlah sejarah
kehebatan benteng yang oleh banyak orang diagungkan sebagai benteng terkuat
sepanjang sejarah.
Sampai
di sini, sangat mungkin kita berpikir bahwa terlalu naif menghidangkan
kesimpulan seperti di atas: bahwa yang menjadi faktor utama kemenangan
bersejarah umat Islam adalah karena sebuah kedekatan. Namun demikian, kenyataannya
memang seperti itu. Mungkin memang bukan faktor paling penting, tapi dekat dengan
ulama, siapapun orangnya, memang memberikan berkah tersendiri. Maka dari itu,
ada baiknya dengan hati terbuka, pemerintah menerima nasihat mereka–bukan malah
sebaliknya.
2 komentar
komentarWah keren, Baca juga: https://santriudik.wordpress.com/ https://isomrusydi.wordpress.com/tag/isom-rusydi/ http://sunnahsantri.blogspot.co.id/
ReplyThank... Semoga kedaisantri45.blogpspot.com sukses!!!!
Reply