Suatu saat, Dzun Nun al-Mishri (tokoh sufi abad ketiga
Hijriyah) berjalan di pinggiran
sungai. Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada seekor kalajengking yang berjalan
cepat menuju arah sungai. Dzun Nun mengira kalau binatang berbisa itu hendak
minum air sungai.
Didorong rasa
penasaran, Dzun Nun mengikutinya. Saat si kalajengking sampai di tepi sungai,
ternyata ada seekor kodok
yang cukup besar muncul ke permukaan dan meloncat ke tepian
sungai. Kalajengking itu naik ke punggung si kodok dan dibawa melintasi sungai.
Menyaksikan
pemandangan aneh itu, Dzun Nun berusaha untuk terus mengikutinya. Ia ingin tahu
kemana kodok dan kalajengking itu menyeberang. Ternyata, keduanya menuju
seberang sungai.
Sesampainya di
seberang sungai, si kalajengking turun kemudian bergegas menuju sebuah pohon.
Dzun Nun terus mengikutinya. Ternyata, di bawah pohon itu ada seorang pemuda
yang sedang teler karena mabuk berat. Ia tidur dengan sangat pulas.
Tiba-tiba, muncul
seekor ular besar menghampiri pemuda itu. Dengan tanggap, si kalajengking
menjalankan aksinya. Ia mendekati si ular lalu menempel di kepalanya. Ia menyengat ular itu dengan sekuat tenaga. Ular
itu kesakitan, ia menggelinjang-gelinjang sebelum akhirnya
tak bergerak lagi. mati.
Selesai rupanya misi
si kalajengking. Ia menghampiri kodok yang sejak tadi menunggunya di pinggir
sungai. Kalajengking itu menungganginya lagi untuk menyeberang menuju tempatnya
semula.
Dzun Nun begitu
terkesima dan terheran-heran menyaksikan peristiwa ajaib ini. Lalu beliau
menggubah syair-syair tentang keterlupaan manusia akan Tuhannya:
“Hai
orang yang tidur, sedang Dzat Yang Maha Agung senantiasa menjaganya... Dari
segala keburukan. Sedang ia dalam kegelapan.”
“Bagaimana
bisa mata-mata tidur, tak melihat Tuhan... yang telah memberimu berbagai nikmat
yang sangat berguna.”
Setelah bersyair,
Dzun Nun membangunkan pemuda itu. Beliau menceritakan kejadian aneh tapi nyata
yang baru saja terjadi pada si pemuda. Mendengar penuturan Dzun Nun, pemuda itu
berkata, “Aku jadikan engkau saksi bahwa aku bertaubat dari segala perbuatan
buruk ini.”
Tak berselang lama,
Dzun Nun dan si pemuda menggotong tubuh ular besar itu dan melemparkannya ke
sungai. Si pemuda benar-benar bertaubat. Ia mengenakan pakaian kasar dan
berkelana sepanjang hidupnya.