Bahwa Dinasti Turki Utsmani adalah kekuatan yang
sangat menakutkan bagi bangsa Eropa pada abad pertengahan, itu sudah banyak diketahui.
Begitu pun juga dengan keruntuhannya pada tahun 1924 M oleh suksesi Mushtafa
Kamal Attaturk (selanjutnya Attaturk saja) yang berambisi menjadikan Turki
sebagai negara sekular.
Dalam perjalanannya memaksakan ideologi baru (paham
sekular), Attaturk menggunakan tangan besi yang terkesan sangat radikal. Dialah
orang yang mengganti hukum Islam di Turki dengan hukum Italia, Jerman, dan
semacamnya; menutup masjid-masjid dan madrasah; mengganti azan dengan bahasa
Turki, dan yang paling parah, dalam masa pemerintahannya yang berkisar 14
tahun, dia pernah menggantung 30 ulama. Selain itu, pengawasan yang sangat
ketat terhadap aktivis Islam juga mewarnai pemerintahannya.
Mungkin karena keberaniannya itu, mungkin juga karena
kematiannya yang sangat tragis, oleh
banyak kalangan, Attaturk disamakan dengan Abu Lahab, Firaun, bahkan
Namrud.
Attaturk mengalami koma pertama pada 29 September 1938,
dan koma kedua pada 10 November 1938. Dalam al-Manaratul-Mafqudah, Dr.
Abdullah ‘Azzam menjelaskan bahwa dalam perutnya tiba-tiba terkumpul sebuah
cairan. Ingatanya melemah, dan darah mengalir dari hidungnya. Pada komanya yang
kedua inilah air dalam perutnya disedot, dan dia pingsan selama 38 jam hingga
akhirnya meninggal dunia. Saat itu badannya rusak, lalu membusuk oleh
gatal-gatal yang dilukai sendiri dengan kukunya.
Mayat Attaturk kemudian ditinggal begitu saja di ruang
takhta Istana Dolmabahce tanpa ada yang berani mengurusinya. Baru setelah 9
hari, itu pun atas desakan keluarga , mayat Attatturk dimandikan, dikafani dan
dishalati. Setelah itu, mayatnya dibawa ke Angkara untuk dipertontonkan di hadapan
Grand National Assembly Building. Beberapa hari setelahnya, mayatnya diawetkan
dan diletakkan dalam Museum Etnografi di Angkara. Lima belas tahun kemudian
(1953), mayatnya diletakkan di sebuah bukit di Angkara.
Mayat itu
memang tidak pernah dikebumikan. Sepertinya, memang tidak ada tanah di muka
bumi yang bersedia menerima tubuh orang ini, yang begitu keji dan sangat berani
kepada Tuhan semesta alam.
Referensi: hidayatullah
dan eramuslim.