"Cinta itu dijaga, bukan diperkosa!” kata seorang teman dalam statusnya. Pertama
kali membacanya saya langsung memberikan like-super. Kita tahu, cinta adalah rasa yang pasti mendatangi setiap manusia (fitrah). Ironinya, banyak remaja minta “gitu-gituan” atas nama cinta! Lantas, bagaimana caranya bisa mendapatkan pahala jika kita menodainya dengan cara seperti itu?
Inilah 5 cara terbaik agar
kita bisa menjaring pahala dengan cinta, dengan tanpa menyentuh dosa:
1. Sadar: dari Allah, karena Allah, dan
untuk Allah
Sebenarnya, hal pertama ini bukan hanya terarah pada
cinta, tapi semua apa yng kita kerjakan. Maka dari itu hal ini adalah yang
sangat penting. Ketika cinta yang ada diniati karena Allah, maka semua akan
berjalan dengan nyaman meski itu menuai kegagalan. Tak ada kegagalan untuk disedihkan,
dan tak ada keberuntungan untuk dibanggakan, karena semuanya hanya dari Allah,
karena Allah, untuk Allah.
Ketika bisa memahami hal seperti ini, maka kita telah
hidup dengan sempurna. Ketika kita telah hidup sempurna, maka sadarlah bahwa
semua itu karena kasih sayang Allah. Ketika sadar semua itu kasih sayang Allah,
maka “sayangilah” Allah dengan ibadah kepada-Nya. Ketika sudah beribadah, maka
selamat, Anda akan mendapatkan pahala (meski pahala adalah bukan tujuan utama)
2. Jangan Nodai dengan Pacaran
Kenapa hal
ini mesti diungkapkan, karena pacaran sangat berbahaya! Yang paling parah
adalah ketika sampai pada perzinanhan. Allah bersabda:
وَلَا
تَقْرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra' 17:32)
Kalau mendekat
saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan. Karena itu, dalam kitab Fathul
Mu’in karya al-Malibari dijelaskan bahwa zina termasuk kabaair (dosa
besar), dan ini konsesus ulama.
Ini baru
zina, belum memandang dampak negatif lain yang bisa ditimbulkan oleh pacara,
seperti mengurangi produktivitas dan minat belajar (karena yang dipikirkan
hanyalah dia-dia yang dicintainya), menjadikan hidup boros (karena suka
kencan, beli pulsa dan paketan), dan lain sebagainya. Maka, hindari saja
pacaran ini.
3. Muliakan dengan Pernikahan
Menikah adalah cara paling ampuh untuk mengarahkan jalannya
rasa yang bergejolak seperti cinta, sekaligus cara jitu untuk menutup pintu
dosa. Kita pasti sadar (meski kadang tidak menyadari) bahwa apa yang disebut
cinta oleh anak-anak zaman sekarang adalah rasa yang menjadi jalan untuk bisa berpegangan
tangan, berpelukan, ciuman, atau bahkan “gitu-gituan” dengan lawan jenis yang
kita inginkan.
Gejolak asmara (seperti nafsu) remaja yang cenderung
tak terkendali, memang banyak merugikan kehormatan dan uang. Karena itulah
mungkin Nabi Muhammad menganjurkan para pemuda yang mampu (dalam hal kesiapan, seperti
finansial-mahar), untuk segara melangsungkan pernikahan. Beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ
مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ
لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai pemuda, barang siapa
dari kalian telah mampu (menikah), maka menikahlah! Karena menikah lebih bisa
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Dan barang siapa yang tidak
mampu berpuasalah, karena puasa bisa menyebabkan lapar (mengurangi syahwat).” (HR Imam Ahmad bin Hanbal)
4. Diamkan (tak perlu diungkapkan)
Kalau untuk menikah tidak mampu, sedangkan dilajutkan
dengan pacaran takut dosa (dan memang wajib untuk takut!) maka biarkan saja
perasan itu mendiami hatimu, dengan tanpa ada siapa pun orang yang tahu. Hal ini
lebih baik dari pada kita sebarkan kemana-mana perasaan kita, seperti film-film
roman remaja bangsa kita.
Kenapa mesti didiamkan? Ada keuntungan tersendiri bagi
mereka mengerjakan hal ini (mendiamkan cinta). Pertama tidak mungkin terjerumus
dalam dosa-zina, tidak mendatangkan kerugian lain seperti yang dijelaskn pada
no. 2 di atas. Lebih dari keuntunggan ini, orang yang mati karena memendam
cinta, asal tidak pernah diungkapakan pada siapa pun, maka matinya tergolong syahid
fil akhirat.
Syahid Akhirat itu seperti orang yang meninggal teraniaya
tanpa adanya peperangan, mati akibat sakit perut, wabah penyakit, tenggelam,
berkelana, mencari ilmu, dimabuk cinta, tercerai, berada di daerah musuh dan
sebagainya (Al-Fiqh al-Islaam II/699).
5. Pasrahkan pada Tuhan
Nah, cara terakhir adalah dengan bertawakkal kepada
Allah. Ada banyak keuntungan ketika kita memasrahkan segala-galanya (tak
terkecuali masalah cinta) kepada pada Allah. Pertama, kita lebih merasa tenang
dan menyadari ketidakmampuan kita sebagai manusia. Dan, bukankah waktu yang
paling bagus adalah waktu ketika manusia menyadari kepapaannya, seperti kata
Ibnu Athaillah dalam Hikam-nya?
Kedua, dengan tawakkal kita bisa lebih memahami bahwa
apa yang Allah kehendaki adalah yang terbaik bagi kita. Kata Andrea dalam novelnya
Padang Bulan, “Tak selembarpun daun yang jatuh tanpa sepengetahuan
Tuhan, apapun yang terjadi pada kita sekarang, itulah yang dikehendakinya.”
Ketika, tawakkal bisa membangun kepercayaan kita
kepada Tuhan, selain juga dapat membuat kita lebih berpikir dewasa dan mandiri.
Oleh karenya, apapun yang dihadapi, adukan dan serahkan
saja cobaan kita kepada Dzat Sang Pemberi Cobaan, pasti lebih baik.